Oleh I Nyoman Tingkat
SMAN 2 Kuta Selatan, Bali
Untuk kali pertama SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska : Two South Kuta) mengadakan widya wisata ke Malang – Yogyakarta, setelah memasuki usia ke-5, pada 3 September 2024. Melengkapi perjalanan Lustrum, Toska selama 5 hari (29 September sampai 3 Oktober 2024) melaksanakan widya wisata bagi Kelas 12, dengan peserta sebanyak 215 orang didampingi 15 guru/pegawai.
Di Malang, rombongan bertirtayatra ke Pura Gunung Arjuno, Jatim Park 1 (Wahana Bermain dan Taman Edukasi) dan Museum Angkut. Di Yogyakarta Toska Menimba Ilmu ke FIB dan FK UGM, Shopping di Malioboro dan berwisata ke Taman Langit Yogyakarta Heha Sky View dan berziarah ke Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Tulisan ini difokuskan pada dua candi bersejarah yang menyimpan kekayaan budaya spiritual terkait dengan masa kejayaan Budha dan Hindu tempo doeloe. Dua candi ini ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Unesco sejak 1991. Keberadaannya sangat monumental dan bersejarah selaras dengan profil Pelajar Pancasila.
Pelajaran Sejarah mestinya membangun sikap berkesadaran waktu yang memiliki momentum dengan nilai-nilai cinta bangsa dan tanah air berkat capaian peradaban yang dapat diwariskan dan dinikmati kini oleh generasi penerus. Borobudur dan Prambanan adalah prestasi puncak kebudayaan bangsa Indonesia pada masa lalu yang menggambarkan tingginya toleransi beragama (Hindu – Budha) hidup berdampingan sejak dulu hingga kini. Di tengah kemajuan teknologi dan informasi kini, kita patut berguru pada masa lalu tentang toleransi beragama. Jangan lagi ada kasus intoleransi beragama yang terjadi belakangan ini. Intoleransi telah menjadi bagian dari tiga dosa Pendidikan yang dapat merusak kohesi dan koherensi kebangsaan. Dua dosa Pendidikan yang lain adalah radikalisme dan perundungan. Tiga dosa Pendidikan itu mari kita perangi bersama demi keutuhan NKRI. Menjaga Bhineka Tunggal Ika juga dapat dimulai dari toleransi beragama dengan membangun komunikasi yang inklusif. Putu Setia mengajak membangun terowongan silaturahmi. Tidak cukup dengan penataan fisik semata, selaras dengan Indonesia Raya : “… bangunlah jiwanya bangunlah bangsanya… “
Saat rombongan Toska sampai di Candi Borobudur, Selasa 1 Oktober 2024, ada hal baru yang diperoleh pengunjung secara gratis yaitu fasilitas angkutan shutle menuju area parkir sebelum membeli karcis masuk. Shutle-nya juga masih baru (sebulan). Kawasan parkir dan sekitarnya juga sedang penataan taman dengan pemandangan Bukit Manoreh sangat indah. Art shop dan dagang-dagang dibuatkan kompleks tersendiri sehingga tidak mengganggu wisatawan yang berlibur. Seorang petugas mengatakan, “Penataan dimulai sejak Mei 2024, tetapi pedagang art shop dan pedagang kuliner sudah menempati los-los yang representatif”. Ini menandakan progres proyek pembangunan cepat dengan kualitas terjamin. Jika penataan luar ini sudah selesai, Candi Borobudur menjadi objek wisata yang berkelas dunia. Wisatawan aman dan nyaman tanpa gangguan pedagang asongan yang biasanya menawarkan barang rada memaksa dan mengejar pula. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda perbaikan patung-patung yang patah di kompleks Candi. Inilah kisah tercecer dibalik penataan Kawasan luar candi.
Aturan wisatawan berkunjung ke Candi Borobudur pun berubah. Di Borobudur, tiket masuk reguler domestik Rp 50.000,00 untuk dewasa dan Rp 25.000,00 untuk anak-anak di bawah 10 tahun. Untuk bisa naik sampai ke stupa, tiket khusus domestik sebesar Rp 150.000,00 sedangkan tiket mancanegara Rp 500.000,00. “Pemesanan tiket khusus disarankan secara on line dengan fasilitas mendapat guide, minuman, dan sandal khusus untuk naik ke candi,” kata Mamad sopir yang sekaligus memandu kami. Menarik pula dicatat dari Borobudur, Bumdes setempat dilibatkan dalam pengelolaan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat lokal.
Sementara itu, di Candi Prambanan belum ada penataan seperti Candi Borobudur. Para pedagang di art shop dan kuliner masih seperti tahun-tahun sebelumnya. Mereka menawarkan barang dagangannya walaupun tidak sampai mengejar dan memaksa. Pedagang tampaknya makin humanis menjalankan sapta pesona. Barangkali mereka sudah mendapat pembinaan dan pelatihan secara berkelanjutannya untuk menjaga citra Kawasan.
Sebagai peninggalan Agama Hindu, Candi Prambanan sungguh memprihatinkan karena beberapa candi hancur dan sejumlah arca di dalam candi juga ada yang hilang. Padahal kalau dilihat dari prasasti yang tertera, beberapa pejabat sejak Orde Baru hingga Reformasi melakukan pemugaran. Presiden Soeharto tercatat dua kali menandatangani prasasti pemugaran, lalu Wapres Budiono dan Jro Wacik Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif era SBY juga menandatangani prasasti pemugaran. Itu bukti komitmen pemerintah untuk menjaga dan merawat Prambanan tidak pernah luntur. Namun, pemugaran yang dilakukan tidak sampai merekonstruksi patung yang hilang dan membangun kembali candi yang hancur padahal batu-batu candinya terkumpul di bekas bangunan candi yang runtuh. Seperti juga Borobudur, inilah kisah tercecer di balik penataan. Daya tariknya yang banyak mendatangkan duit, sayangnya tidak digunakan untuk membangun kembali candi yang runtuh dan arca-arca yang hilang.
Sementara itu, harga tiket masuk ke Candi Prambanan untuk domestik dewasa sebesar Rp 50.000,00 dan Rp 25.000,00 untuk anak-anak. Tiket masuk untuk wiasatawan mancanegara Rp 380.000,00. “Bila berkunjung ke Candi Borobudur, Prambanan, dan Museum di Yogyakarta hindari hari Senin karena hari pemeliharaan candi dan museum” demikian kata Mas Mamad sopir yang mengantar kami.
Ibarat manusia yang bekerja, Candi dan Museum di Yogya sesungguhnya juga bekerja. Keduanya menyiapkan lapangan kerja tetapi juga perlu perawatan agar tetap cantik menarik memantik orang datang. Pendukungnya layak berterima kasih dengan memanusiakan dan memuliakannya.
Rombongan Toska yang berziarah ke Candi Borobudur dan Candi Prambanan tampak gembira dan penuh keseruan sebagai bagian dari Merdeka Belajar. Sesuai dengan namanya, Widya Wisata identik dengan melajah sambil melali sehingga wawasan siswa dan guru makin terbuka, pembelajaran pun menyenangkan. Di Candi Prambanan misalnya, rerata siswa bersemangat naik ke Candi Siwa, Wisnu, dan Brahma melihat arcanya secara langsung. Sebagaimana diketahui, Candi Prambanan adalah peninggalan Hindu denga Dewa tertinggi yang dipuja adalah Siwa dan Candi Borobudur peninggalan Budha. Siwa dan Budha tiada terpisahkan bahkan dalam upacara besar di Bali, Pendeta Siwa dan Pendeta Budha pun duduk bersama memimpin jalannya ritual untuk menguatkan spirit. Inilah yang kemudian melahirkan sesanti Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa sebagaimana diguratkan Mpu Tantular dalam kakawin Sutasoma.
Jadi, dengan berziarah ke Candi Borobudur dan Prambanan, siswa dapat mengeksplorasi pengetahuannya tentang sejarah panjang toleransi beragama. Selain itu, mereka juga dapat informasi lapangan dari pemandu wisata yang terampil menjelaskan kisah melampaui kemampuan guru di kelas. Pemandu menggunakan bumbu pemanis dan aktual menyentuh nurani sebagai bahan renungan. Kisah Nyi Roro Jonggrang misalnya melahirkan mitos semalam seribu candi. Dengan kelihaian pemandu, alurnya dibuat hidup dan kekinian. Siswa pun terhipnotis berguru di tempat wisata. Inilah Merdeka Belajar.
0 Komentar